Nganjuk ,OposisiNews.Co.Id - Pungli , budaya / kebiasaan memperkaya diri oknum pendidik yang tidak jarang harus dibayar mahal oleh pelaku mulai dari Non Job bahkan tidak jarang yang harus mendekam dijeruji besi untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya.
Namun dalam perjalanannya tidak bisa membuat jera oknum pendidik yang memiliki kesempatan untuk melakukan pungli . Seperti pepatah bang Napi ' Kejahatan Bisa Terjadi Karena Ada Kesempatan '
Kali ini Pungli di lembaga pendidikan diduga kembali terjadi di SDN 1 Pelem , Kertosono dengan memanfaatkan jual beli LKS dan Seragam Siswa yang biasa berkedok / melibatkan KOPSIS ' Koprasi Siswa '.
.kamis 03/02/2022
Sepandai apapun pelaku pungli suatu saat akan terendus bahkan kerap menjadi perbincangan di warung-warung makan minum , seperti yang diungkapkan salah satu penjual kopi yang sempat mengeluh masih banyaknya pungutan sekolah mulai dari jual beli seragam dan LKS .
" Sekolah gratis , PIP dan seabrek program pendidikan itu hanya slogan politik , anak saya yang belajar di SDN 1 Pelem sampai tidak berani masuk sekolah karena malu, pasalnya pihak sekolah selalu WA untuk melunasi kewajiban membayar kekurangan anak saya ", ujar Darmi ( nama samaran ) .
" Untuk seragam sementara saya baru bisa angsur Rp 120.000 belum LKSnya , sebenarnya saya sudah berusaha namun apa daya sekarang jual kopi sepi pengunjung dampak Covid 19 untuk bisa mencukupi makan saja sudah beruntung " , imbuhnya.
Himbauan Pemerintah melarang bisnis pakaian seragam dan buku LKS di sekolah dengan diterbitkannya Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014, Bab IV Pasal 4 Ayat 1 telah diatur pengadaan seragam sekolah diusahakan sendiri orangtua murid atau wali murid sepertinya hanya dianggap rambu-rambu yang mudah disiasati berjamaah melalui kesepakatan MKKS , menjadikan praktek jual beli seragam dan LKS tetap berjalan lancar di sejumlah sekolah.
Praktek pengadaan seragam siswa biasanya dilakukan monopoli yang sudah diatur secara sistem matis dengan harga diatas harga umum melalui KOPSIS atau langsung dikordinir oleh bendahara sekolah atas persetujuan Kepala Sekolah.
Lebih Ironis ,pada Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang buku yang digunakan dalam satuan pendidikan, ditegaskan bahwa buku LKS tidak termasuk dalam standar buku yang digunakan di sekolah. Pemerintah ingin guru membuat soal sendiri guna meningkatkan kualitas pembelajaran mereka.
Agus Priyanto , Kepala sekolah SDN 1 Pelem Kertosono saat di konfirmasi Berita OposisiNews diruang kerjanya sungguh mengejutkan , ia mengatakan , " Soal menjual buku LKS di sekolah tidak masalah boleh - boleh saja , coba tanyakan kesekolah SDN Se-kabupaten Nganjuk mayoritas menjual buku LKS sama dengan sekolah sini ".Kamis 03/02/2022.
Di tempat berbeda shopinggi selaku kepala dinas pendidikan di kabupaten Nganjuk saat di telpon melalui hp juga mengatakan kalau penjualan buku LKS itu sudah wewenangnya dari lembaga tersebut .
" Coba nanti akan suruh anak buah saya cek di lapangan ", jawab Kadin Dindik melalui telepon selulernya pada awak media .(WND&DD).
Reporter.Wondo , Dendi
Editor .Bambang PW
0 comments:
Posting Komentar