“Damainya lahir dari
kesadaran bahwa berdamai dan bersatu akan berdampak pada hasil kerja dan
kesuksesan hidup. Supaya usaha lancar, kerja tanpa hambatan, tanaman subur jauh
dari hama dan penyakit maka relasi antar manusia juga harus baik. Sehingga
alam, leluhur dan Rera Wulan Tana Ekan menurunkan hujan berkat dan hidup
manusia berbuah dan bermakna, hingga syukur dan bakti bisa terjadi ” ( Di kutip
dari kata mutiara Budayawan Lewotala , Flores Timur ,Silvester
Petara Hurit )
![]() |
Ritual Hodik Padak ( Ritual Damai ) |
Flores Timur,
OposisiNews.co.id- Penyelesaian konflik tidak bisa
terpisahkan dari rekonsiliasi karena hal tersebut merupakan salah satu proses
pembentukan perdamaian yang tertuju pada implementasi praktis secara damai
dengan dasar insiatif masyarakat serta kesamaan kearifan lokal, sehingga mempunyai efek yang sangat penting
dimana masyarakat setempat berniat dan turut serta menjaga hubungan
kekerabatan.
Hal tersebut telah dilakukan
oleh masyarakat Desa Lewotala (Bentala) dan Desa Wailolong dalam kurun waktu 38
tahun terlibat konflik yang bersifat sporadis. kini konflik tersebut telah
menawarkan sebuah perdamaian yang langgeng. Perdamaian yang bersifat abadi itu
menjadi sebuah kerinduan ke dua Desa tersebut
yang telah terpenuhi.
Secara tradisi budaya,
masyarakat kedua desa tersebut menggelar ritual adat Hodik Padak sebagai lambang
rekonsiliasi atas konflik belum lama ini pada Sabtu, 16/11/2019. Hodik Padak
sendiri secara harafiah berarti menyambung atau mendekatkan dua hal/benda untuk
kemudian dikuatkan dalam satu ikatan.
Konflik yang melibatkan
kedua kampung adat terjadi sejak tahun 1981 dipicu persoalan menyangkut penguasaan dan
pemanfaatan sumber air di Wailuka di desa Lewotala. Konflik ini kemudian
menyebabkan situasi yang tidak kondusif antara kedua desa meski tidak berujung
pada bentrokan secara fisik.
Ketika kedua masyarakat adat
ini hendak memanfaatkan lahan di daerah yang disebut dengan Ma Lema yang
menjadi tempat persinggungan antara kedua desa ini, kedua masyarakat adat kemudian bersepakat untuk menyelenggarakan
sebuah ritual adat karena kedua masyarakat adat yakin bahwa konflik yang
telah berlangsung selama ini menghambat proses bertani berdampak menurunnya
hasil pertanian ke dua desa .
Kesepakatan dan kondisi inilah
yang kemudian menginsipari diadakanya ritual Hodik Padak. Proses ritual seperti
Gili Wua dan penyembelihan hewan kurban sebagai bentuk rekonsiliasi
dilaksanakan dihalaman rumah adat Lewotala yang melibatkan masyarakat dari
kedua kampung adat.
Masyarakat dari desa
Wailolong dijamu dan dilayani oleh masyarakat Lewotala sebagai bukti
persaudaraan, persahabatan dan rasa kekeluargaan atas rekonsiliasi yang telah
terjadi. Setelah diadakan di Lewotala, ritual yang sama akan kembali digelar di
Desa Wailolong (18/11/2019).
Acara ini dihadiri oleh
Wakil Bupati Flores Timur Agustinus Payong Boli, S.H, Kepala Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kab. Flores Timur Apolonia Corebima, SE,M.Si, Kepala Bidang
Pengembangan Seni dan Budaya Cornelia S. Koten, S.Sos, Camat Lewolema Bernadus
S. Tukan, Camat Ile Mandiri Ramon Piran, tokoh agama, tokoh masyarakat dan adat
serta masyarakat umum .
Wakil Bupati Flores Timur,
Agustinus Payong Boli,S.H, yang turut hadir dalam ritual ini menyampaikan bahwa
ritual semacam ini harusnya menjadi model penyelesaian konflik antara
masyarakat sehingga konflik yang terjadi pada tingkat masyarakat dapat
diselesaikan sendiri oleh masyarakat setempat.
Hal senada juga disampaikan
oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Flores Timur, Apolonia
Corebima, SE. M.Si, bahwa Hodik Padak merupakan wujud nilai-nilai
ke-Lamaholot-an yang harus tetap dipertahankan dan diwariskan sebagai sebuah
upaya penyelesaian konflik antara masyarakat. Generasi muda-pun seharusnya
melihat ini sebagai sebuah warisan budaya Lamaholot yang harus dikedepankan
ketika terjadi konflik antar masyarakat.
“Di sini, ada nilai saling
memaafkan, saling terbuka dan semangat persaudaraan. Inilah yang menjadi
kekuatan kita sebagai orang Lamaholot, sehingga inisiatif-inisiatif seperti ini
harus terus dilakukan tanpa harus menunggu pemerintah dan aparat keamanan yang
turun tangan,” lanjutnya.
Silvester Petara Hurit
sebagai salah satu budayawan Flores Timur yang juga berasal dari Lewotala pun
menegaskan hal yang sama. Menurutnya, cara menyelesaikan konflik secara adat
adalah kearifan lokal yang unik dan sangat bernilai bahkan dalam konteks zaman
sekarang. (AL- 01)
0 comments:
Posting Komentar